Skip to main content

Profil dan Sejarah Pangeran Diponegoro

Pelajaran Sejarah Indonesia seperti tenggelam di telan waktu. Semakin lama generasi baru semakin lupa sejarah masa lalu Indonesia. Betapa pentingnya kita mengingat jasa para pahlawan. Mungkin kita lupa tentang Profil dan Sejarah Pangeran Diponegoro. Pahlawan masa lalu yang memberi inspirasi melawan para penjajah di masa lalu. Di bawah ini mari kita mengingat sejenak dan mengambil hikmah dari sekilas sejarah singkat perjuangan Pangera Diponegoro.


Profil Pangeran Diponegoro - Asal-usul Diponegoro

Pangeran Diponegoro - 1835
Diponegoro adalah putra pertama dari Hamengkubuwana III, Raja Mataram di daerah Yogyakarta. Terlahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.

Raden Mas Ontowiryo menyadari statusnya sebagai putra seorang selir, Raden Mas Ontowiryo dengan halus menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, atas niatnya mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukan permaisuri. Raden Mas Ontowiryo alias Diponegoro memiliki 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Pangeran Diponegoro rupanya lebih menyukai kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti inilah yang tidak disetujui Diponegoro.

Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.

Lukisan Nicolaas Pieneman, 
"Penyerahan diri Pangeran Diponegero kepada Jenderal De Kock"
 
Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan. Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830 dengan cara licik.

Silahkan baca artikel menarik lainnya:
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.