Skip to main content

Cuplikan Kisah Persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta

kisah persahabatan Soekarno - Hatta
Mungkin sobat pernah mendengar persahabatan dua proklamator kita (Soekarno – Hatta) dan juga perpecahan di antara mereka. Tapi sebenarnya rasa persaudaraan dan persahabatan diantara mereka tetaplah erat di hati mereka masing-masing.  Inilah salah satu Cuplikan Kisah persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta menjelang kematian Bung Karno sang proklamator kita. Meskipun Bung Hatta dikenal sebagai Pengkritik Tajam kebijakan Soekarno pasca perpecahan dwitunggal mereka, tapi secara pribadi mereka tetap sahabat layaknya seorang saudara. Untuk mengenang sejarah dan nostalgia sang proklamator dan dwitunggal mereka selayaknya kita mengetahui kisah persahabatan mereka.


Pengkritik paling tajam sekaligus sahabat Bung Karno sampai akhir hayat adalah Bung Hatta. Mereka sering dikenal dengan sebutan Dwitunggal. Sahabat yang tak terpisahkan. Saat Bung Karno memutuskan menikahi Hartini, Bung Hatta marah besar karena sahabatnya tersebut menduakan Fatmawati. Karena hal itu, Bung Hatta sampai bertahun-tahun tak mau bercakap-cakap dengan Hartini, hingga akhirnya kematian Bung Karno mencairkan keduanya.

Meski bersahabat, pemikiran mereka tentang pemerintahan sering tak sejalan. Hingga pada 20 juli 1956 bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Selanjutnya melalui surat kabar atau forum-forum, Bung Hatta sering mengecam dan menggugat kebijakan-kebijakan Bung Karno dan menganggapnya sebagai seorang diktator. Namun Bung Karno tak pernah membantah kecaman-kecaman Bung Hatta, ia menyimpan segan. Dalam tanggapannya, paling Bung Karno hanya mengucapkan terima kasih atau menanyakan kapan mereka bisa bertemu untuk membahasnya.

Suatu hari di tahun 1970, Guntur putra sulung Bung Karno kebingungan mencari wali nikah karena sang ayah tak dapat menghadirinya. Tanpa ragu Bung Karno menyebutkan nama Bung Hatta sebagai wali nikah putranya. Guntur kaget dan tak yakin Bung Hatta bersedia. Kemudian Bung Karno menyebutkan, Bung Hatta bisa mencaci-maki dirinya tentang berbagai kebijakan politik, tapi dalam kehidupan pribadi mereka terikat persaudaraan selama perjuangan kemerdekaan. Dan Bung Karno benar. Ketika diminta, Bung Hatta langsung menyatakan kesediaannya.

Kebersamaan mereka adalah kekuatan dwitunggal
Persahabatan antara keduanya ini langgeng hingga ajal menjemput Bung Karno. Bulan Juni 1970, bung Karno yang sakit parah diopname di RS tentara. Merasa tak tertolong lagi, Bung Hatta minta ijin menjenguknya. Itulah pertemuan terakhir mereka. Jumat, 19 Juni 1970, tiba-tiba mata bengkak di wajah pucat Bung Karno terbuka. "Hatta, kamu di sini?" kata Bung Karno terkejut. Bung Hatta kemudian menyalami sahabat yang sering dikritiknya itu dengan hangat, "Ah, apa kabarmu, No?" Setelah itu, Bung Hatta duduk diam, menggenggam tangan sahabatnya. Air mata meleleh di pipi Bung Karno. Tangannya mencari-cari kacamata agar bisa melihat wajah Bung Hatta lebih jelas. Kemudian tak ada pembicaraan lebih lanjut. Meski begitu, seolah-olah keduanya saling berbicara melalui hati masing-masing. Seakan keduanya mengingat jatuh bangun mereka dalam perjuangan bersama di masa lampau. Mungkin saling meminta maaf juga.

Ketika tiba saatnya berpisah, Bung Hatta sulit melepaskan tangan Bung Karno. Dua hari kemudian, Bung Karno meninggal dunia. Demikian dekatnya Bung Karno dan Bung Hatta, hingga di saat-saat terakhir pun Bung Karno sampai menunggu Bung Hatta menjenguk, baru kemudian 'pergi'.
dari tulisan Roso Daras dan di share ke facebook oleh sdr.Alfathri Adlin
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.