FENOMENA DAN MISTERI GUNUNG KAWI DAN MITOS PESUGIHAN
Misteri dan Mitos Gunung Kawi - Mungkin beberapa pembaca sudah mendengar tentang keistimewaan gunung ini. Sudah
bukan rahasia lagi jika gunung yang terletak di Malang, Jawa Timur ini selalu
identik dengan pesugihan. Image tentang
gunung yang satu ini sudah melekat di masyarakat sampai akhirnya fenomena dan
misteri gunung kawi dan mitos pesugihan ini terkenal di kalangan pengusaha yang
ingin sukses. Bahkan sering dikabarkan bahwa pengusaha ini atau pengusaha itu
bisa sukses dan menjadi kaya gara-gara berziarah ke Gunung Kawi. Berdasarkan
hal tersebut penulis jadi penasaran untuk menggali referensi dan ulasan-ulasan
mengenai Gunung yang satu. Misteri Gunung Kawi pastinya dibentuk dari beberapa
fakta dan fenomena alam yang dikaitkan dengan hal-hal spiritual. Sejauh ini
belum ada liputan resmi di televisi ataupun di media secara gambalang mengenai
fenomena Gunung Kawi yang terletak di Kota Malang ini. Gunung kawi terkenal
sebagai tempat pesugihan paling populer di Indonesia bahkan di Asia Tenggara.
Gunung ini banyak dikunjungi wisatawan atau peziarah dari Malaysia, Singapur
dan Brunei dan negara tetangga lainnya.
Konon ada juga tersiar kabar miring tentang salah satu ritualnya yaitu
setiap orang yang datang ke Gunung Kawi, diharuskan untuk melakukan hubungan
intim meski bukan dengan pasangannya sendiri (suami istri). Tapi hal ini baru
sebatas isu karena kebenarannya masih simpang siur.
Mitos Pesugihan Gunung Kawi
Konon lagi katanya barang siapa yang melakukan ritual dengan rasa sabar
dan kepasrahan serta pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaannya,
terutama menyangkut masalah kekayaan. Mitos seputar pesugihan Gunung kawi ini
diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan
"berkah" berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan
rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka. Sebenarnya masih banyak hal mistis Gunung-gunung di pulau Jawa, coba baca saja di Legenda dan Mitos Gunung Berapi.
Kapan Waktu Ziarah Paling Ramai?
Biasanya lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari
Jumat Legi (hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati
wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa,
dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.
Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang
tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam.
Hal ini menunjukkan simbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum
berdoa.
Selain pesarean sebagai fokus utama tujuan para pengunjung, terdapat
tempat-tempat lain yang dikunjungi karena 'dikeramatkan' dan dipercaya
mempunyai kekuatan magis untuk mendatangakan keberuntungan, antara lain:
Rumah Padepokan Eyang Sujo
Rumah padepokan ini semula dikuasakan kepada pengikut terdekat Eyang Sujo
yang bernama Ki Maridun. Di tempat ini terdapat berbagai peninggalan yang
dikeramatkan milik Eyang Sujo, antara lain adalah bantal dan guling yang
berbahan batang pohon kelapa, serta tombak pusaka semasa perang Diponegoro.
Mitos Guci Kuno Gunung Kawi
Dua buah guci kuno merupakan peninggalan Eyang Jugo. Pada jaman dulu
guci kuno ini dipakai untuk menyimpan air suci untuk pengobatan. Masyarakat
sering menyebutnya dengan nama 'janjam'. Guci kuno ini sekarang diletakkan di
samping kiri pesarean. Masyarakat meyakini bahwa dengan meminum air dari guci
ini akan membuat seseorang menjadi awet muda.
Mitos Pohon Dewandaru Gunung Kawi
Di area pesarean, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan
keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Pohon yang
termasuk jenis cereme Belanda ini oleh orang Tionghoa disebut sebagai shian-to
atau pohon dewa. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang
daerah ini aman.
Untuk mendapat 'simbol perantara kekayaan', para peziarah menunggu
dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung
berebut. Untuk memanfaatkannya sebagai azimat, biasanya daun itu dibungkus
dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet.
Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran.
Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila
harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk
melakukan syukuran.
Siapakah Eyang Jugo dan Eyang Sujo?
Yang dimakamkan dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini?
Menurut Soeryowidagdo (1989), Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo
atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro.
Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran
Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo
mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini.
Semenjak itu mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat
senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Kedua mantan
bhayangkara balatentara Pangeran Diponegoro ini, selain berdakwah agama islam
dan mengajarkan ajaran moral kejawen, juga mengajarkancara bercocok tanam,
pengobatan, olah kanuragan serta ketrampilan lain yang berguna bagi penduduk
setempat. Sahabat anehdidunia.com perbuatan dan karya mereka sangat dihargai
oleh penduduk di daerah tersebut, sehingga banyak masyarakat dari daerah
kabupaten Malang dan Blitar datang ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau
pengikutnya.
Setelah Eyang Jugo meninggal tahun 1871, dan menyusul Eyang Iman Sujo
tahun 1876, para murid dan pengikutnya tetap menghormatinya. Setiap tahun, para
keturunan, pengikut dan juga para peziarah lain datang ke makam mereka
melakukan peringatan. Setiap malam Jumat Legi, malam eninggalnya Eyang Jugo,
dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo etiap tanggal 1 bulanSuro (muharram),
di tempat ini selalu diadakan erayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya.
Upacara ini iasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para
keturunan Eyang Sujo.
Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya
membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para peziarah
yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang
akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti
hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut.
Hingga dewasa ini pesarean tersebut telah banyak dikunjungi oleh
berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan saja berasal
dari daerah Malang, Surabaya, atau daerah lain yang berdekatan dengan lokasi
pesarean, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air. Heterogenitas pengunjung
seperti ini mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini adalah tokoh yang
kharismatik dan populis.
Namun di sisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean ini
pun sangat beragam pula. Ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan leluhur,
melakukan penelitian ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk
memanjatkan doa agar keinginan lekas terkabul.
Wisata Ziarah Pesugihan Gunung Kawi
Pepatah populer di kalangan warga Tionghoa ini bisa menjelaskan kenapa
Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur,
sangat populer. Kawi bukan gunung tinggi, hanya sekitar 2.000 meter, juga tidak
indah. Tapi gunung ini menjadi objek wisata utama masyarakat Tionghoa.
Tiap hari ratusan orang Tionghoa, termasuk orang pribumi naik ke Gunung
Kawi. Masa liburan plus cuti bersama Lebaran ini sangat ramai. Karena terkait
dengan kepercayaan Jawa, Kejawen, maka kunjungan biasanya dikaitkan dengan
hari-hari pasaran Jawa: Jumat Legi, Senin Pahing, Syuro, dan Tahun Baru.
Penginapan lebih dari 10 buah, dengan tarif Rp 30.000 hingga Rp
200.000. Restoran Tionghoa yang menawarkan sate babi dan makanan tidak halal
(buat muslim) cukup banyak. Tukang ramal nasib. Penjual kembang untuk nyekar.
Penjual alat-alat sembahyang khas Tionghoa. Belum lagi warung nasi dan
sebagainya.
Kalau masuk makam dua makam tokoh yang telah dijelaskan diatas,
pengunjung harus membeli kembang. Sebelumnya, bayar retribusi untuk Desa
Wonosari Rp 2.000. Lalu, menyerahkan KTP (kartu tanda penduduk) atau identitas
lain pada satpam untuk didaftar nama dan alamat. Sumbang lagi uang tapi
sukarela. Jangan kaget kalau anda menjumpai banyak sumbangan atau retribusi di
aset wisata Kabupaten Malang ini.
Saat masuk ke kompleks Gunung Kawi, hampir 99 persen warga keturunan
Tionghoa. Anak-anak, remaja, profesional muda, hingga kakek-nenek. Sahabat
anehdidunia.com orang-orang itu bersembahyang layaknya di kelenteng. Masuk ke
makam, jalan keliling makam, sambil membuat gerakan menyembah macam di
kelenteng. Tidak ada arahan atau instruksi, mereka semua melakukan
gerakan-gerakan itu.
Hampir tidak ada Tionghoa itu yang beragama Islam. Kok begitu
menghormati dan sembahyangan di depan makam Imam Soedjono dan Mbah Djoego? Apa
mereka tahu siapa yang dimakamkan di situ? Belum lagi kalau kita bahas secara
teologi Islam atau Kristiani tentang boleh tidaknya melakukan ritual di Gunung
Kawi.
Para pemandu wisata di Gunung Kawi berusaha tidak menyinggung
kepercayaan atau agama orang lain. Selain sensitif, mereka tak ingin bisnis
mereka terganggu. Harus diakui, warga Desa Wonosari mendapat banyak berkah dari
objek wisata Gunung Kawi. Tak sedikit penduduk mengais rezeki di kawasan Gunung
Kawi mulai pemandu wisata, penjual bunga, warung, satpam, parkir, dan
sebagainya.
Demikianlah ulasan mengenai misteri dan fenomena Gunung Kawi dan mitos
pesugihannya yang tersebar di masyarakat. Masalah benar atau tidak penulis
kembalikan pada pembaca. Terlepas dari masalah di atas Gunung Kawi merupakan
Gunung yang memiliki panorama yang indah dan memberikan keberkahan bagi
penduduk di sekitarnya.