Kronologis Misteri Meletusnya Gunung Tambora
Sebelumnya admin pernah mengetengahkan sejarah dahsyatnya letusan Gunung Tambora yang diulas secara singkat. Kini admin ingin kembali
mengetengahkan Kronologis Misteri Meletusnya Gunung Tambora dan akibatnya
secara luas. Bayangkan Tiga kerajaan langsung lenyap seketika belum lagi
dampaknya bagi China, dan benua eropa. Kabarnya letusannya melebihi letusan
gunung Krakatau ( lihat lagi artikel
Fenomena Krakatau 1883). Mari kitak simak kronologis letusan Gunung
Tambora di bawah ini.
Gunung Tambora, Pulau Sumbawa Indonesia
Letusan Terakhir : 10 April 1815.
Muntahkan Magma : 100 km³.
Lepasan abu (kubik) : 400 km³ debu ke angkasa.
Tinggi abu : 44 km dari permukaan tanah.
Lontaran abu : 1300km.
Radius suara letusan : 2600 km
Endapan aliran piroklastik : 7-20m
Tsunami sepanjang pantai : sejauh 1200km, tinggi 1-4m, di
Maluku Tsunami hingga 2 meter
Korban letusan langsung : 117.000 korban jiwa.
Kerajaan yang lenyap akibat letusan: Kerajaan Tambora,
Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar.
Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano
aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua
kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut,
dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki
hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sejarah Letusan Tambora
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon,
dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun
1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan ketiga letusannya pada tahun:
- Letusan pertama: 39910 sebelum masehi ± 200 tahun
- Letusan kedua: 3050 sebelum masehi
- Letusan ketiga: 740 ± 150 tahun.
Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang
sama.
Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama,
tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak
terdapat aliran piroklastik.
Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan
puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk
ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan
tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama,
aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan
runtuhnya kaldera.
Tambora caldera
Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu
yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada
tanggal 15 Juli 1815.
Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang
berada di Surabaya mencatat dalam buku hariannya mengaku mendengar letusan
tersebut, juga beberapa orang di benua Australia bagian Barat Laut.
Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena
tiba-tiba muncul awan mendung yang membuat redupnya sinar matahari. Namun
mereka tidak yakin karena yang mereka yakini awan, ternyata adalah asap dan
debu vulkanis.
Letusan Tambora (ilustrasi lukisan kuno)
Dan yang turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan
kerikil kecil. Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terdahsyat
sepanjang masa yang pernah tercatat.
Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih
600km dari gunung Tambora gelap gulita sepanjang hari hampir seminggu lamanya,
letusan yg terdengar melebihi jarak 2000km dan suhu Bumi menurun hingga
beberapa derajat yg mengakibatkan bumi menjadi dingin akibat sinar matahari
terhalang debu vulkanis selama beberapa bulan.
Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara
mengalami musim dingin yg panjang. Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan
turun salju di saat musim panas. Peristiwa ini dikenal dengan “The year without
summer” atau tahun tanpa musim panas.
Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus
tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh
disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815.
Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI.
Sekitar tahun 1880 (± 30 tahun), Tambora kembali meletus,
tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan
ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di
dalam kaldera.
Kaldera gunung Tambora
Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan
aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20.
Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa dan
terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan
ledakan.
Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora saat meletus
hebat hampir 200 tahun silam mencapai 150 kilometer kubik atau 150 miliar meter
kubik. Deposit jatuhan abu yang terekam hingga sejauh 1.300 kilometer dari
sumbernya.
Peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, Igan Supriatman Sutawidjaja, dalam tulisannya, ”Characterization of
Volcanic Deposits and Geoarchaeological Studies from the 1815 Eruption of
Tambora Volcano”, menyebutkan, distribusi awan panas diperkirakan mencapai area
820 kilometer persegi.
Artifak peninggalan penduduk asli kerajaan Tambora yang ikut
terkubur abu vulkanik
Jumlah total gabungan awan panas (piroklastik) dan batuan
totalnya 874 kilometer persegi. Ketebalan awan panas rata-rata 7 meter, tetapi
ada yang mencapai 20 meter.
Ahli botani Belanda, Junghuhn, dalam ”The Eruption of G
Tambora in 1815”, menulis, empat tahun setelah letusan, sejauh mata memandang
adalah batu apung. Pelayaran terhambat oleh batuan apung berukuran besar yang
memenuhi lautan. Segala yang hidup telah punah. Bumi begitu mengerikan dan
kosong. Junghuhn membuat deskripsi itu berdasarkan laporan Disterdijk yang
datang ke Tambora pada 16 agustus 1819 bersama The Dutch Residence of Bima.
Letusan Tambora memang dahsyat, bahkan terkuat yang pernah
tercatat dalam sejarah manusia modern.
Selama enam minggu arkeolog menggali telah menemukan sisa
dua mangkok untuk orang dewasa berbahan perunggu, pot keramik, peralatan dari
besi dan artifak lainnya. Desain dan dekorasi dari artefak menunjukkan bahwa
budaya Tamboran (orang Tambora) terkait dengan budaya orang Vietnam dan orang
Kamboja.
Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity
Index (VEI), berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba
(Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada pada skala 8.
Tambora juga tercatat sebagai gunung yang paling mematikan.
Jumlah korban tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa tapi
sebagian ahli menyebut angka 91.000 jiwa.
Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan
dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.
Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di
negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat, yang didera bencana
kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang menyebabkan tahun tanpa musim panas
di dua benua itu. Bahkan di Eropa, Napoleon Bonaparte kalah perang karena efek
dari gunung Tambora ini.