Semangat Jenderal Sudirman Membuat Pasukan TNI Menangis Haru
Kisah Kepahlawanan Jenderal Soedirman - Sejarah seringkali bercerita
tentang Kisah Kepahlawanan Soekarno, Hatta, Bung Tomo dll. Jarang sekali membahas Kisah
kepahlawanan Seorang Soedirman Seorang Pahlawan sejati yang tetap gigih
memperjuangkan Kemerdekaan sementara Soekarno dll menyerah pada Belanda. Ada
suatu momen yang mengisahkan Semangat Jenderal Sudirman Membuat Pasukan TNI
Menangis Haru. Saat Jenderal Soedirman kembali ke Kota Yogyakarta setelah
berhasil mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebuah kisah kepahlawan
yang sedikit sekali dicatat sejarah. Kisah Jenderal Soedirman penggagas perang
gerilya dan bahkan dihormati oleh negara Jepang dengan didirikannya Patung
beliau disana.
Maka Soedirman kembali ke Yogyakarta. Resimen-resimen TNI berbaris menyambutnya. Mereka tidak kuasa menahan haru melihat tubuh kurus yang berbalut mantel seperti milik petani itu. Para prajurit tahu hanya semangat yang membuat Pak Dirman tahan bergerilya berbulan-bulan.
Suatu malam di belantara Jawa tahun 1949. Soedirman terbatuk-batuk
sepanjang malam dalam sebuah pondok reot di tengah hutan. Mantel lusuhnya tidak
mampu menahan udara dingin malam itu. Paru-parunya terus digerus penyakit TBC
yang makin parah.
Di luar pondok, berjaga belasan pengawal Soedirman. Mereka tahu saat
ini sang panglima menjadi buruan nomor satu pasukan baret merah Belanda, Korps
Speciale Troepen (KST). Nyawa Soedirman dalam bahaya besar.
Tak ada pengawal Soedirman yang tidak meneteskan air mata. Betapa teguh
hati jenderal bermantel lusuh yang sakit-sakitan itu.
Kisah Kehebatan Jenderal Soedirman
Soedirman lahir tahun 1916 di Desa Bantarbarang, Purbalingga, Jawa
Tengah. Awalnya Soedirman adalah guru di sekolah Muhammadiyah. Dia kemudian
mengikuti pendidikan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Soedirman menjadi
Daidancho atau Komandan Batalyon di Kroya. Setelah kemerdekaan, Soedirman
mendapat pangkat kolonel dan memimpin Divisi Y. Dia membawahi enam resimen di
Jatiwangi, Cirebon, Tegal, Purwokerto, Purworedjo dan Cilacap.
Nama Soedirman bersinar saat pertempuran di Ambarawa. Dalam pertempuran
yang terjadi tahun 1945 itu, Soedirman dan pasukannya berhasil memukul pasukan
Inggris. Dalam sidang tentara, Soedirman kemudian terpilih menjadi panglima
TNI. Soedirman memikul tanggung jawab besar. Mempertahankan kemerdekaan RI dari
kemungkinan ancaman agresi militer Belanda.
Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 sukses menduduki
Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik Indonesia. Gabungan pasukan
baret hijau dan baret merah Belanda merebut Yogya hanya dalam hitungan jam.
Mereka pun menangkap para pimpinan republik. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan
hampir seluruh pejabat negara saat itu.
Tapi Soedirman tidak mau menyerah. Dia menolak permintaan Soekarno
untuk tetap tinggal di Yogyakarta. Saat itu ada perbedaan pendapat antara
pemimpin sipil dan pemimpin militer. Soedirman memilih masuk hutan. Memimpin
pasukannya dari belantara hutan dan mengorbankan perlawanan semesta sesuai
perintah siasat nomor satu.
Soedirman memerintahkan seluruh prajurit TNI untuk membentuk
kantong-kantong gerilya. Mundur dari daerah perkotaan yang dikuasai Belanda dan
bersiap untuk bergerilya dalam waktu yang panjang.
Dimulailah perjalanan legenda itu. Panglima tertinggi TNI dengan
paru-paru sebelah, dan tubuh sempoyongan bergerilya keluar masuk hutan.
Mengorganisir anak buahnya dan membuktikan TNI masih ada.
Ibukota negara boleh jatuh, presiden boleh ditawan, tapi TNI tidak
pernah menyerah. Benteng terakhir republik ada dalam hati para prajurit.
Kondisi kesehatan Soedirman terus memburuk. Akhirnya dia terpaksa
ditandu. Konon, setiap prajurit berebutan mengangkut tandu sang jenderal itu.
Mereka semua merasa haru melihat sosok Pak Dirman.
Pasukan baret merah Belanda selalu gagal menangkap Soedirman.
Berkali-kali pasukan kebanggaan Jenderal Spoor ini harus pulang dengan tangan
hampa saat memburu Soedirman.
Perjuangan Soedirman tidak sia-sia. Berbagai serangan yang dilakukan
TNI mampu mendesak Belanda duduk ke meja perundingan. Hingga akhirnya Belanda
setuju untuk meninggalkan Yogyakarta.
Maka Soedirman kembali ke Yogyakarta. Resimen-resimen TNI berbaris menyambutnya. Mereka tidak kuasa menahan haru melihat tubuh kurus yang berbalut mantel seperti milik petani itu. Para prajurit tahu hanya semangat yang membuat Pak Dirman tahan bergerilya berbulan-bulan.
Mata para prajurit yang berbaris rapi itu basah oleh air mata. Dada
mereka sesak saat memberikan penghormatan bersenjata pada Soedirman.
Semua tahu, gerilya yang dilakukan Soedirman besar artinya untuk
Republik Indonesia. Jika Soedirman tidak bergerilya dan melakukan serangan pada
Belanda, maka dunia internasional akan percaya propaganda Belanda bahwa
republik sudah hancur. Tanpa gerilya, Indonesia tidak akan mungkin punya suara
dalam perundingan Internasional.
Soekarno Sangat Menghormati Jenderal Soedirman
Di teras depan istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, Soekarno
merangkul Soedirman. Soekarno sempat mengulangi pelukannya karena saat pelukan
pertama tidak ada yang memotret momen itu. Momen ini penting artinya, pertemuan
keduanya seakan menghapus perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan militer.
Baca Juga : Kisah Bom Atom Indonesia Era Soekarno
Baca Juga : Kisah Bom Atom Indonesia Era Soekarno
Jenderal Soedirman wafat pada Minggu pagi, 29 Januari 1950. Saat merah
putih sudah berkibar di seluruh pelosok nusantara, Soedirman tidak hidup cukup
lama untuk melihat hasil perjuangannya. Namun jasa-jasanya akan terus dikenang.