Akhirnya Gundala Dibikin Film Terbarunya, Gundala Ikon Superhero Indonesia
Bagi sobat pembaca era 80an pastinya sangat hafal dengan tokoh komik Indonesia yang satu ini. Pahlawan Super Made In Indonesia, Gundala Putra Petir. Bukan putar petir seperti teriakan bocah di era 80 yaa..hehe. Denger kabar terbaru ternyata Akhirnya Gundala akan Dibikin Film Terbarunya, Gundala Ikon Superhero Indonesia. Dan tak tanggung-tanggung yang akan mensutradarainya adalah Joko Anwar Yang sukses membuat Film Remake Pengabdi Setan di Tahun 2017 kemarin. Masih ingat dengan kemampuan Gundala yang mampu berlari cepat seperti Flash dan mengeluarkan petir seperti Thor? Yuk kita simak ulasannya.
GUNDALA, ikon komik superhero Indonesia, akan difilmkan oleh sutradara Joko Anwar. Sinyal itu disampaikan Joko saat mengunggah sebuah poster di akun Twitter pribadinya pada 4 April 2018 dengan keterangan: “New Journey. Film ketujuh saya. Mohon doa restu teman-teman. Gundala.”
Gundala, yang mengenakan jubah dan topeng serba hitam, serta benda menyerupai sayap di masing-masing telinganya, bukanlah karakter baru dalam kebudayaan populer Indonesia. Tokoh ini diciptakan komikus Harya Suraminata atau lebih dikenal dengan nama Hasmi pada 1969.
Karakter Gundala aslinya bernama Sancaka, seorang insinyur muda. Dia mendapat kekuatan super setelah disambar petir, kemudian diangkat menjadi anak Kaisar Cronz, raja petir. Dia diberi serupa ajimat berupa kalung leontin. Gundala tak bisa terbang. Namun, dia bisa berlari sangat cepat dan mengeluarkan petir dari tangannya.
Gundala dan Komik Superhero
Komik Gundala terbit pertama kali di bawah penerbit Kencana Agung, dengan judul Gundala Putera Petir. Di tengah-tengah kemunculan Gundala, komik superhero lain ala Indonesia dikreasi. Yang terkenal adalah Godam, superhero ciptaan komikus lainnya, Wid N.S.
Meski sudah “hidup” selama 49 tahun, karakter Gundala masih tertancap di dalam ingatan para penggemar komik Indonesia. Menurut Henry Ismono, kolektor dan pengamat komik, Gundala adalah ikon superhero paling top di masanya.
“Salah satu buktinya, ketika ada superhero baru karya komikus lainnya muncul, Gundala kerap disertakan,” kata Henry kepada Historia.
Hal itu, menurut Henry, merupakan strategi penerbit untuk mendongkrak popularitas superhero baru yang muncul.
“Dalam catatan saya, tokoh Gundala yang paling sering dipinjam komikus lain,” ujar Henry, yang menyusun buku biografi Hasmi.
Henry mengatakan, Gundala mendominasi komik superhero lainnya karena Hasmi mampu membumikan superhero yang merupakan adaptasi superhero Amerika –mirip The Flash ciptaaan Gardner Fox dan Harry Lampert terbitan DC Comics pada 1940– menjadi khas lokal, dengan latar belakang Yogyakarta. Sedangkan komikus lainnya tak sanggup membuat kisah sekuat Hasmi.
Dalam kisah itu, Gundala dirayu seorang putri dari planet Srabigonk, Ratu Kin Clink dari kerajaan Benggonk. Gundala tak mau. Ia mengaku sudah punya istri dan empat anak.
Sri Ratu tahu, Gundala pacar saja belum punya. Maka ia tetap membujuk. “Lihatlah Gundala... kulitku lembut karena selalu memakai sabun cap Gunung Meletus”.
Gundala menggerundel dalam hati, “Wah ngomongnya sudah seperti iklan sabun.”
Liga Superhero
Menariknya, Gundala sering muncul di dalam karya komikus lain, yang bergenre superhero. Goenawan menulis, Gundala pada suatu ketika tiba-tiba bersama Godam muncul membantu Laba-Laba Maut dalam suatu pertempuran. Karakter Laba-Laba Maut merupakan ciptaan komikus Djoni Andrean.
Menurut Henry, pinjam-meminjam tokoh merupakan bagian silaturahmi para komikus. Karena telepon jarang, para komikus bersapa melalui komik.
“Pak Hasmi pernah bilang, pada zamannya secara tidak langsung terbentuk liga superhero Indonesia. Ini tidak muncul di genre (komik) lain,” kata Henry.
Terlebih lagi, di masa itu belum ada ketentuan mengenai hak cipta dan perjanjian antarkomikus. Dengan diikutsertakannya Gundala di komik-komik superhero lain, secara tak langsung malah memperkenalkan superheronya dan menjadi pengakuan supremasinya.
Genre komik superhero di masa-masa awal kemunculan Gundala, menurut Goenawan, tengah menggantikan popularitas genre silat, macam Si Buta dari Gua Hantu ciptaan Ganes Th. Marcel Bonneff dalam bukunya Komik Indonesia (1998: 50) mencatat, pada April dan Juli 1971, genre silat memang masih mendominasi sebanyak 427 judul. Namun, genre fiksi ilmiah dan cerita fantastik (superhero) mulai merangkak, dengan 37 judul.
Henry mengungkapkan, seri komik Gundala terbit sebanyak 23 judul. Terakhir, berjudul Surat dari Akhirat pada 1982. Satu judul lainnya, Nyaris, diterbitkan di suratkabar Jawa Pos.
Rencananya, film Gundala besutan Joko Anwar akan tayang di bioskop pada 2019. Apakah film ini akan sesukses Pengabdi Setan yang juga merupakan hasil remake film dengan judul yang sama pada 1980? Petir eh waktu yang akan menjawabnya.
Referensi berita: Historia.id
GUNDALA, ikon komik superhero Indonesia, akan difilmkan oleh sutradara Joko Anwar. Sinyal itu disampaikan Joko saat mengunggah sebuah poster di akun Twitter pribadinya pada 4 April 2018 dengan keterangan: “New Journey. Film ketujuh saya. Mohon doa restu teman-teman. Gundala.”
Gundala, yang mengenakan jubah dan topeng serba hitam, serta benda menyerupai sayap di masing-masing telinganya, bukanlah karakter baru dalam kebudayaan populer Indonesia. Tokoh ini diciptakan komikus Harya Suraminata atau lebih dikenal dengan nama Hasmi pada 1969.
Karakter Gundala aslinya bernama Sancaka, seorang insinyur muda. Dia mendapat kekuatan super setelah disambar petir, kemudian diangkat menjadi anak Kaisar Cronz, raja petir. Dia diberi serupa ajimat berupa kalung leontin. Gundala tak bisa terbang. Namun, dia bisa berlari sangat cepat dan mengeluarkan petir dari tangannya.
Gundala dan Komik Superhero
Komik Gundala terbit pertama kali di bawah penerbit Kencana Agung, dengan judul Gundala Putera Petir. Di tengah-tengah kemunculan Gundala, komik superhero lain ala Indonesia dikreasi. Yang terkenal adalah Godam, superhero ciptaan komikus lainnya, Wid N.S.
Meski sudah “hidup” selama 49 tahun, karakter Gundala masih tertancap di dalam ingatan para penggemar komik Indonesia. Menurut Henry Ismono, kolektor dan pengamat komik, Gundala adalah ikon superhero paling top di masanya.
“Salah satu buktinya, ketika ada superhero baru karya komikus lainnya muncul, Gundala kerap disertakan,” kata Henry kepada Historia.
Hal itu, menurut Henry, merupakan strategi penerbit untuk mendongkrak popularitas superhero baru yang muncul.
“Dalam catatan saya, tokoh Gundala yang paling sering dipinjam komikus lain,” ujar Henry, yang menyusun buku biografi Hasmi.
Henry mengatakan, Gundala mendominasi komik superhero lainnya karena Hasmi mampu membumikan superhero yang merupakan adaptasi superhero Amerika –mirip The Flash ciptaaan Gardner Fox dan Harry Lampert terbitan DC Comics pada 1940– menjadi khas lokal, dengan latar belakang Yogyakarta. Sedangkan komikus lainnya tak sanggup membuat kisah sekuat Hasmi.
Baca Juga : Profil Hasmi - Pengarang Komik Gundala Putra PetirSementara itu, menurut Goenawan Mohamad dalam artikelnya “Dari Dunia Superhero: Sebuah Laporan” di Prisma edisi Juni 1977, dibandingkan komik-komik serupa, Gundala mampu menghadirkan rasa humor. Goenawan memberikan contoh kisah Gundala Sampai Ajal.
Dalam kisah itu, Gundala dirayu seorang putri dari planet Srabigonk, Ratu Kin Clink dari kerajaan Benggonk. Gundala tak mau. Ia mengaku sudah punya istri dan empat anak.
Sri Ratu tahu, Gundala pacar saja belum punya. Maka ia tetap membujuk. “Lihatlah Gundala... kulitku lembut karena selalu memakai sabun cap Gunung Meletus”.
Gundala menggerundel dalam hati, “Wah ngomongnya sudah seperti iklan sabun.”
Liga Superhero
Menariknya, Gundala sering muncul di dalam karya komikus lain, yang bergenre superhero. Goenawan menulis, Gundala pada suatu ketika tiba-tiba bersama Godam muncul membantu Laba-Laba Maut dalam suatu pertempuran. Karakter Laba-Laba Maut merupakan ciptaan komikus Djoni Andrean.
Menurut Henry, pinjam-meminjam tokoh merupakan bagian silaturahmi para komikus. Karena telepon jarang, para komikus bersapa melalui komik.
“Pak Hasmi pernah bilang, pada zamannya secara tidak langsung terbentuk liga superhero Indonesia. Ini tidak muncul di genre (komik) lain,” kata Henry.
Terlebih lagi, di masa itu belum ada ketentuan mengenai hak cipta dan perjanjian antarkomikus. Dengan diikutsertakannya Gundala di komik-komik superhero lain, secara tak langsung malah memperkenalkan superheronya dan menjadi pengakuan supremasinya.
Genre komik superhero di masa-masa awal kemunculan Gundala, menurut Goenawan, tengah menggantikan popularitas genre silat, macam Si Buta dari Gua Hantu ciptaan Ganes Th. Marcel Bonneff dalam bukunya Komik Indonesia (1998: 50) mencatat, pada April dan Juli 1971, genre silat memang masih mendominasi sebanyak 427 judul. Namun, genre fiksi ilmiah dan cerita fantastik (superhero) mulai merangkak, dengan 37 judul.
Henry mengungkapkan, seri komik Gundala terbit sebanyak 23 judul. Terakhir, berjudul Surat dari Akhirat pada 1982. Satu judul lainnya, Nyaris, diterbitkan di suratkabar Jawa Pos.
Rencananya, film Gundala besutan Joko Anwar akan tayang di bioskop pada 2019. Apakah film ini akan sesukses Pengabdi Setan yang juga merupakan hasil remake film dengan judul yang sama pada 1980? Petir eh waktu yang akan menjawabnya.
Baca Juga : Nostalgia Resensi Film Pengabdi Setan, Film Fenomenal Zombie Indonesia PertamaSemoga saja Film Gundala ini akan sukses seperti halnya Film Dilan, dan moga-moga saja ketenarannya tidak di dompleng oleh kandidat pemilu 2019. Haha .. kan Ga lucu kalo nanti ada Gundala kurus kerempeng dan cacingan karena kebanyakan makan sarden kalengan. Ups.. Peace for all.
Referensi berita: Historia.id