Profil Izzy Stradlin: Inilah Personel Guns N Roses Paling Misterius
Sosok personal band banyak sekali yang memilikikarakter yang unik dan bahkan nyeleneh. Mereka suka berkarya tapi banyak juga yangtidak suka dengan ketenaran dan popularitas. Bahkan banyak juga popularitas yang membuat mereka malah merasa stress dan terkekang. Bicara soal Band legendaris ada satu sosok misterius personal Band yang kuat pengaruhnya dalam Band Gun N Roses. Dialah Izzy Stradlin. Penggemar asli GNR pasti hafal siapa dia. Mari kita simak Profil Izzy Stradlin: Inilah Personel Guns N Roses Paling Misterius Yang justru meninggalkan Bandnya saat di puncak popularitas.
Ia meninggalkan band rock besar di puncak ketenaran. Ia menyukai motor dan memilih main di tempat kecil. Di antara teriakan dan perkelahian perempuan, lemparan botol bir yang membentur leher bass, keinginan bunuh diri, dan mobil yang terjun ke jurang kemudian meledak, ada satu poster kecil yang menyembul dan berlalu dengan cepat. Ia bertuliskan: "Where's Izzy".
Di mana Izzy?
Dalam video klip "Don't Cry" milik Guns N Roses, memang tak ada Izzy Stradlin di sana. Kala itu, bahkan personel Guns N Roses tak tahu ke mana gitaris yang meletakkan pondasi ritmik yang kokoh bagi band paling berbahaya di dunia itu. Apalagi penggemar.
Pada November 1991, akhirnya resmi diumumkan: Izzy Stradlin keluar dari GNR. Mereka sedang ada di puncak ketenaran. Appetite for Destruction yang dirilis empat tahun sebelumnya, kelak terjual lebih dari 30 juta kopi. Dobel album Use Your Illusion yang baru saja diangkat dari studio, diapresiasi dengan baik dan laris terjual. Tur keliling dunia sudah berjalan.
Tapi Izzy memutuskan untuk pergi. Dan tak ada yang bisa menahannya.
Berawal dari Indiana
Di sebuah situs perjalanan, peringkat 1 dalam daftar 14 Hal Untuk Dilakukan di Lafeyette Barat bukanlah tujuan wisata atau bar dengan minuman iblis yang bikin kepalamu macam dibalok setelah menenggaknya. Melainkan: Universitas Purdue.
Kita tahu betapa membosankannya sebuah kota jika tujuan wisata utamanya adalah kampus.
Di situs yang sama, review tentang Universitas Purdue juga tak kalah sadis. Di bagian paling atas, pengguna bernama Greg merepet bahwa kampus ini membosankan dan tak ada "kehidupan ala mahasiswa".
"Tinggal di Lafayette itu amat membosankan sehingga orang-orangnya bersikap sengak, atau delusional, atau gabungan keduanya. Karena jujur saja, Purdue itu amat buruk dan penuh bangsat-bangsat arogan yang enggak punya kehidupan sosial," tulis Greg, yang tampak amat kesal dengan Lafayette.
Kita tahu betapa membosankannya sebuah kota jika tujuan wisata utamanya adalah kampus, dan kampus itu ternyata adalah kampus yang lebih membosankan lagi.
Lafayette memang bukan kota dengan keramaian macam Los Angeles atau New York. Pada 1960-an, dengan luas 76 ribu kilometer persegi yang semua berupa daratan, penduduknya hanya 42 ribu. Pada 2015, penduduknya hanya 127 ribu.
Pada 8 April 1962, Jeffrey Dean Isbell lahir di kota tak menarik itu. Ia ingat ketika tumbuh besar di pedesaan luar Lafayette, tetangga terdekatnya berjarak belasan kilometer. Jalan belum diaspal dengan baik. Ketika ayah dan ibunya cerai, ia pindah ke tengah kota. Meski membosankan, Lafayette memberikan kenangan indah baginya.
"Enak kok tinggal di sana. Cuma ada satu pengadilan dan satu kampus, ada sungai, dan rel kereta api. Itu kota kecil sih, jadi enggak banyak yang bisa dilakukan di sana. Kami naik sepeda, ngisap ganja, kena masalah. Yah begitulah," katanya suatu ketika.
Ia main musik sejak kecil. Pengaruh terbesar datang dari neneknya yang memberikan seperangkat drum ketika usia Isbell 13 tahun. Ia mulai menabuh beduk Inggrisnya itu melalui lagu-lagu band favorit: Nazareth, Thin Lizzy, juga AC/DC.
"Main drum itu," kenang Isbell, "adalah lonjakan adrenalin pertamaku. Selain itu, hidupku benar-benar membosankan sih."
Hidupnya tak lagi membosankan ketika kelas 3 SMP ia mendengar suara gedubrak buku jatuh dari lorong sekolah. Dari sumber yang sama, muncul teriakan yang menggema. Semacam makian yang tertahan. Bill Bailey berlari macam setan, dan di belakangnya beberapa orang guru mengejar.
Isbell memandang mereka dengan tak acuh. Kelak, Isbell dikenal sebagai Izzy Stradlin dan Bill Bailey mengganti namanya jadi Axl Rose.
Mereka berdua akhirnya berteman. Apalagi mereka punya musisi favorit yang sama: Nazareth. Izzy mulai mengajak Axl untuk jadi vokalis di bandnya. Dalam bayangan Izzy, seorang vokalis band rock tak harus punya suara bagus. Tapi ia harus gila. Dan Axl jelas melebihi harapannya soal kegilaan. Tapi bocah itu ternyata pemalu.
"Kadang ia memang datang saat aku dan kawan-kawanku latihan. Tapi dia cuma diam di pojokan, seperti malu mau gabung. Pernah juga dia mulai nyanyi, tapi setelah itu langsung cabut. Benar-benar menghilang dan baru muncul lagi setelah tiga hari," kata Izzy.
Izzy dan Axl akhirnya berpisah jalan. Izzy berhasil lulus SMA, dan Axl berhenti di tengah jalan. Ketika kelak mereka membentuk Guns N Roses, Izzy adalah satu-satunya personel yang berhasil lulus SMA.
Infografik Izzy stradlin
Keluar dari Pusaran Ketenaran
Dalam sebuah wawancara, Izzy pernah ditanya kenapa ia memutuskan keluar dari Guns N Roses di puncak ketenarannya. Jawabannya bisa dimaklumi oleh sebagian besar fans: Izzy ingin sembuh dari kecanduan narkotika dan alkohol. Dua benda itu memang nyaris menyeret Izzy ke palung terdalam dalam hidupnya.
Pada 27 Agustus 1989, Izzy naik pesawat dari Los Angeles menuju Indianapolis. Sebelum naik, ia sudah mabuk duluan. Ia kemudian menyalakan rokok, dan seorang pramugari menegurnya. Izzy memakinya dan menyuruhnya minggat. Ia kemudian kebelet kencing.
"Aku minum terlalu banyak. Tapi orang-orang lama banget di toilet. Jadi apa boleh buat, aku kencing di tong sampah," katanya pada Rolling Stone.
Sesampainya di Indianapolis, Izzy langsung ditahan. Dakwaannya ada banyak. Pertama, tentu saja: mengganggu ketertiban umum. Kedua, ia melecehkan penumpang. Ketiga, membuat gestur tak menyenangkan pada penumpang lain. Keempat, ia merokok di ruangan tanpa rokok.
"Ketika mendarat, tiba-tiba saja ada 10 polisi mengelilingiku. Aku membatin, aduh, aku bikin kacau lagi," kenang Izzy.
Momen-momen seperti itu yang membuat Izzy sadar, ia makin melenceng jauh dari tujuan awalnya: bermain musik dengan riang gembira. Jika kamu terlalu mabuk untuk mengingat kord gitar, bagaimana mungkin ada kebahagiaan di sana.
"Mungkin sekitar 1989 adalah titik terendahku. Aku bilang ke para personel, aku harus berubah. Ini enggak lagi cocok untukku. Sejak 1989 hingga 1991, aku sudah sembuh tiga tahun. Kami sedang mengerjakan Use Your Illusion dan kami tur. Di 1991 itu tiba-tiba aku berpikir, aku harus berubah, harus cabut. Cukup sudah. Ini sudah di luar kontrol," katanya dalam sebuah wawancara.
Saat manajemen Guns N Roses mewartakan kepergian Izzy, banyak orang berspekulasi. Izzy dianggap membenci tur panjang yang dilakukan bandnya. Beberapa orang beranggapan bahwa Izzy sudah tak betah lagi, yang membuat ia memilih tur naik bus, berpisah dari rombongan band yang naik pesawat pribadi. Ia tak benci tur dan main musik. Yang ia benci adalah sikap primadona personel band—tentu saja nama primadona itu Axl Rose.
Baca Juga : Permusuhan Axl Rose Dan Kurt Cobain Dua Rockstar Dunia
"Bayangkan, aku naik bus, mereka naik pesawat. Dan aku yang tiba duluan di tempat konser," katanya tertawa kering.
Diakui atau tidak, keluarnya Izzy adalah titik balik Guns N Roses. Dipecatnya Steven Adler pada 1990 tak membuat band ini macet. Mereka dapat Matt Sorum yang secara teknik bisa dibilang lebih lengkap ketimbang Adler—walau secara personal, saya adalah tim Adler.
Tapi keluarnya Izzy jelas berbeda. Ia adalah peletak fondasi bagi musik Guns N Roses. Jika Slash adalah cat tembok mahal, Izzy adalah tembok yang membuat Slash punya manfaat dan menampakkan diri bahwa ia adalah cat mahal. Terlebih lagi, Izzy adalah seorang penulis lagu yang kerap dilupakan publik.
Baca Juga : Profil Slash - Ex Guns N Roses
Dari tangannya, lahir lagu-lagu klasik Guns, mulai dari semua lagu di album Appetite for Destruction, "Move to the City", "Used to Love Her" yang komikal sekaligus gelap, "Patience", "Don't Cry", "You Ain't the First", "Pretty Tied Up" yang menguarkan unsur raga rock, dan tentu saja "14 Years" yang mengisahkan persahabatannya dengan Axl yang hancur.
Maka ketika Izzy benar-benar keluar, Guns N Roses bisa dibilang tamat. Setelah dobel album Use Your Illusion, Guns N Roses hanya sempat merilis "The Spaghetti Incident" (penulisan albumnya memang diberi tanda petik, dirilis pada 1993) yang hanya berisi lagu-lagu kover dari musisi lain. Setelahnya, Slash dan Duff menyusul Izzy hengkang karena tak tahan dengan kelakuan Axl. Guns N Roses perjuangan baru bisa merilis Chinese Democracy pada 2008 setelah diperam 15 tahun dan menghabiskan biaya 13 juta dolar.
Setelah hengkang, Izzy menjalani hidup santai yang ia cari. Ia jarang tampil di media, walau sempat beberapa kali tampil di konser Guns N Roses pada 1993. Ia sempat keliling Amerika Serikat dengan naik motor, bahkan pernah membuat sirkuit motocross di Indiana. Ia kemudian bikin musik dengan The Ju Ju Hounds. Ia juga merilis banyak album. Selepas 1991, ia merilis 11 album dan beberapa lagu baru. Tak ada yang sesukses album-album Guns N Roses, memang. Tapi Izzy bahagia.
"Aku ingin kembali menapak tanah, konser bujet rendah. Yang penting main aja dulu," katanya.
Guns N Roses sendiri kembali reuni. Axl, Slash, dan Duff kembali satu band lagi. Mereka menjalani tur dunia sejak 2016 hingga sekarang. Tur bertajuk Not in This Lifetime ini menempati posisi kedua dalam daftar tur berpenghasilan terbesar pada 2017 (PDF). Sedangkan Steven Adler, yang kini aktif di Adler's Appetite, meski sempat ikut beberapa kali konser reuni, tak masuk dalam tur jangka panjang karena masalah punggungnya.
Izzy memilih jalan yang berbeda dari mereka semua. Izzy menjauhi semua riuh rendah dan antusiasme kembalinya Guns N Roses. Di tengah keramaian berita soal reuni itu, ia malah sempat mengunggah videonya main gitar dan bernyanyi "Stuck in the Middle With You" milik Stealers Wheel, seakan menggoda Slash dan Duff yang harus kembali stuck in the middle with Axl Rose.
Beberapa fans sempat "ngamuk" dan meminta Izzy untuk ikut tur. Tapi Izzy tetaplah Izzy, seorang pemuda dari kota kecil yang sempat hanya punya kampus sebagai tujuan wisata utama. Ia pernah menjalani hidup tenang dan jauh dari hiruk pikuk, dan ia tak keberatan menjalaninya lagi hingga ia mati kelak.
Izzy seperti membuktikan bahwa dalam industri yang haus lampu sorot, ada sosok sepertinya yang seolah mengacungkan jari tengah pada semua ketenaran. Dan tentu saja, tanpanya, Guns N Roses tak akan pernah sama lagi. Tak akan pernah.
Penulis: Nuran Wibisono – tirto.id
Ia meninggalkan band rock besar di puncak ketenaran. Ia menyukai motor dan memilih main di tempat kecil. Di antara teriakan dan perkelahian perempuan, lemparan botol bir yang membentur leher bass, keinginan bunuh diri, dan mobil yang terjun ke jurang kemudian meledak, ada satu poster kecil yang menyembul dan berlalu dengan cepat. Ia bertuliskan: "Where's Izzy".
Di mana Izzy?
Dalam video klip "Don't Cry" milik Guns N Roses, memang tak ada Izzy Stradlin di sana. Kala itu, bahkan personel Guns N Roses tak tahu ke mana gitaris yang meletakkan pondasi ritmik yang kokoh bagi band paling berbahaya di dunia itu. Apalagi penggemar.
Pada November 1991, akhirnya resmi diumumkan: Izzy Stradlin keluar dari GNR. Mereka sedang ada di puncak ketenaran. Appetite for Destruction yang dirilis empat tahun sebelumnya, kelak terjual lebih dari 30 juta kopi. Dobel album Use Your Illusion yang baru saja diangkat dari studio, diapresiasi dengan baik dan laris terjual. Tur keliling dunia sudah berjalan.
Tapi Izzy memutuskan untuk pergi. Dan tak ada yang bisa menahannya.
Berawal dari Indiana
Di sebuah situs perjalanan, peringkat 1 dalam daftar 14 Hal Untuk Dilakukan di Lafeyette Barat bukanlah tujuan wisata atau bar dengan minuman iblis yang bikin kepalamu macam dibalok setelah menenggaknya. Melainkan: Universitas Purdue.
Kita tahu betapa membosankannya sebuah kota jika tujuan wisata utamanya adalah kampus.
Di situs yang sama, review tentang Universitas Purdue juga tak kalah sadis. Di bagian paling atas, pengguna bernama Greg merepet bahwa kampus ini membosankan dan tak ada "kehidupan ala mahasiswa".
"Tinggal di Lafayette itu amat membosankan sehingga orang-orangnya bersikap sengak, atau delusional, atau gabungan keduanya. Karena jujur saja, Purdue itu amat buruk dan penuh bangsat-bangsat arogan yang enggak punya kehidupan sosial," tulis Greg, yang tampak amat kesal dengan Lafayette.
Kita tahu betapa membosankannya sebuah kota jika tujuan wisata utamanya adalah kampus, dan kampus itu ternyata adalah kampus yang lebih membosankan lagi.
Lafayette memang bukan kota dengan keramaian macam Los Angeles atau New York. Pada 1960-an, dengan luas 76 ribu kilometer persegi yang semua berupa daratan, penduduknya hanya 42 ribu. Pada 2015, penduduknya hanya 127 ribu.
Pada 8 April 1962, Jeffrey Dean Isbell lahir di kota tak menarik itu. Ia ingat ketika tumbuh besar di pedesaan luar Lafayette, tetangga terdekatnya berjarak belasan kilometer. Jalan belum diaspal dengan baik. Ketika ayah dan ibunya cerai, ia pindah ke tengah kota. Meski membosankan, Lafayette memberikan kenangan indah baginya.
"Enak kok tinggal di sana. Cuma ada satu pengadilan dan satu kampus, ada sungai, dan rel kereta api. Itu kota kecil sih, jadi enggak banyak yang bisa dilakukan di sana. Kami naik sepeda, ngisap ganja, kena masalah. Yah begitulah," katanya suatu ketika.
Ia main musik sejak kecil. Pengaruh terbesar datang dari neneknya yang memberikan seperangkat drum ketika usia Isbell 13 tahun. Ia mulai menabuh beduk Inggrisnya itu melalui lagu-lagu band favorit: Nazareth, Thin Lizzy, juga AC/DC.
"Main drum itu," kenang Isbell, "adalah lonjakan adrenalin pertamaku. Selain itu, hidupku benar-benar membosankan sih."
Hidupnya tak lagi membosankan ketika kelas 3 SMP ia mendengar suara gedubrak buku jatuh dari lorong sekolah. Dari sumber yang sama, muncul teriakan yang menggema. Semacam makian yang tertahan. Bill Bailey berlari macam setan, dan di belakangnya beberapa orang guru mengejar.
Isbell memandang mereka dengan tak acuh. Kelak, Isbell dikenal sebagai Izzy Stradlin dan Bill Bailey mengganti namanya jadi Axl Rose.
Mereka berdua akhirnya berteman. Apalagi mereka punya musisi favorit yang sama: Nazareth. Izzy mulai mengajak Axl untuk jadi vokalis di bandnya. Dalam bayangan Izzy, seorang vokalis band rock tak harus punya suara bagus. Tapi ia harus gila. Dan Axl jelas melebihi harapannya soal kegilaan. Tapi bocah itu ternyata pemalu.
"Kadang ia memang datang saat aku dan kawan-kawanku latihan. Tapi dia cuma diam di pojokan, seperti malu mau gabung. Pernah juga dia mulai nyanyi, tapi setelah itu langsung cabut. Benar-benar menghilang dan baru muncul lagi setelah tiga hari," kata Izzy.
Izzy dan Axl akhirnya berpisah jalan. Izzy berhasil lulus SMA, dan Axl berhenti di tengah jalan. Ketika kelak mereka membentuk Guns N Roses, Izzy adalah satu-satunya personel yang berhasil lulus SMA.
Infografik Izzy stradlin
Keluar dari Pusaran Ketenaran
Dalam sebuah wawancara, Izzy pernah ditanya kenapa ia memutuskan keluar dari Guns N Roses di puncak ketenarannya. Jawabannya bisa dimaklumi oleh sebagian besar fans: Izzy ingin sembuh dari kecanduan narkotika dan alkohol. Dua benda itu memang nyaris menyeret Izzy ke palung terdalam dalam hidupnya.
Pada 27 Agustus 1989, Izzy naik pesawat dari Los Angeles menuju Indianapolis. Sebelum naik, ia sudah mabuk duluan. Ia kemudian menyalakan rokok, dan seorang pramugari menegurnya. Izzy memakinya dan menyuruhnya minggat. Ia kemudian kebelet kencing.
"Aku minum terlalu banyak. Tapi orang-orang lama banget di toilet. Jadi apa boleh buat, aku kencing di tong sampah," katanya pada Rolling Stone.
Sesampainya di Indianapolis, Izzy langsung ditahan. Dakwaannya ada banyak. Pertama, tentu saja: mengganggu ketertiban umum. Kedua, ia melecehkan penumpang. Ketiga, membuat gestur tak menyenangkan pada penumpang lain. Keempat, ia merokok di ruangan tanpa rokok.
"Ketika mendarat, tiba-tiba saja ada 10 polisi mengelilingiku. Aku membatin, aduh, aku bikin kacau lagi," kenang Izzy.
Momen-momen seperti itu yang membuat Izzy sadar, ia makin melenceng jauh dari tujuan awalnya: bermain musik dengan riang gembira. Jika kamu terlalu mabuk untuk mengingat kord gitar, bagaimana mungkin ada kebahagiaan di sana.
"Mungkin sekitar 1989 adalah titik terendahku. Aku bilang ke para personel, aku harus berubah. Ini enggak lagi cocok untukku. Sejak 1989 hingga 1991, aku sudah sembuh tiga tahun. Kami sedang mengerjakan Use Your Illusion dan kami tur. Di 1991 itu tiba-tiba aku berpikir, aku harus berubah, harus cabut. Cukup sudah. Ini sudah di luar kontrol," katanya dalam sebuah wawancara.
Saat manajemen Guns N Roses mewartakan kepergian Izzy, banyak orang berspekulasi. Izzy dianggap membenci tur panjang yang dilakukan bandnya. Beberapa orang beranggapan bahwa Izzy sudah tak betah lagi, yang membuat ia memilih tur naik bus, berpisah dari rombongan band yang naik pesawat pribadi. Ia tak benci tur dan main musik. Yang ia benci adalah sikap primadona personel band—tentu saja nama primadona itu Axl Rose.
Baca Juga : Permusuhan Axl Rose Dan Kurt Cobain Dua Rockstar Dunia
"Bayangkan, aku naik bus, mereka naik pesawat. Dan aku yang tiba duluan di tempat konser," katanya tertawa kering.
Diakui atau tidak, keluarnya Izzy adalah titik balik Guns N Roses. Dipecatnya Steven Adler pada 1990 tak membuat band ini macet. Mereka dapat Matt Sorum yang secara teknik bisa dibilang lebih lengkap ketimbang Adler—walau secara personal, saya adalah tim Adler.
Tapi keluarnya Izzy jelas berbeda. Ia adalah peletak fondasi bagi musik Guns N Roses. Jika Slash adalah cat tembok mahal, Izzy adalah tembok yang membuat Slash punya manfaat dan menampakkan diri bahwa ia adalah cat mahal. Terlebih lagi, Izzy adalah seorang penulis lagu yang kerap dilupakan publik.
Baca Juga : Profil Slash - Ex Guns N Roses
Dari tangannya, lahir lagu-lagu klasik Guns, mulai dari semua lagu di album Appetite for Destruction, "Move to the City", "Used to Love Her" yang komikal sekaligus gelap, "Patience", "Don't Cry", "You Ain't the First", "Pretty Tied Up" yang menguarkan unsur raga rock, dan tentu saja "14 Years" yang mengisahkan persahabatannya dengan Axl yang hancur.
Maka ketika Izzy benar-benar keluar, Guns N Roses bisa dibilang tamat. Setelah dobel album Use Your Illusion, Guns N Roses hanya sempat merilis "The Spaghetti Incident" (penulisan albumnya memang diberi tanda petik, dirilis pada 1993) yang hanya berisi lagu-lagu kover dari musisi lain. Setelahnya, Slash dan Duff menyusul Izzy hengkang karena tak tahan dengan kelakuan Axl. Guns N Roses perjuangan baru bisa merilis Chinese Democracy pada 2008 setelah diperam 15 tahun dan menghabiskan biaya 13 juta dolar.
Setelah hengkang, Izzy menjalani hidup santai yang ia cari. Ia jarang tampil di media, walau sempat beberapa kali tampil di konser Guns N Roses pada 1993. Ia sempat keliling Amerika Serikat dengan naik motor, bahkan pernah membuat sirkuit motocross di Indiana. Ia kemudian bikin musik dengan The Ju Ju Hounds. Ia juga merilis banyak album. Selepas 1991, ia merilis 11 album dan beberapa lagu baru. Tak ada yang sesukses album-album Guns N Roses, memang. Tapi Izzy bahagia.
"Aku ingin kembali menapak tanah, konser bujet rendah. Yang penting main aja dulu," katanya.
Guns N Roses sendiri kembali reuni. Axl, Slash, dan Duff kembali satu band lagi. Mereka menjalani tur dunia sejak 2016 hingga sekarang. Tur bertajuk Not in This Lifetime ini menempati posisi kedua dalam daftar tur berpenghasilan terbesar pada 2017 (PDF). Sedangkan Steven Adler, yang kini aktif di Adler's Appetite, meski sempat ikut beberapa kali konser reuni, tak masuk dalam tur jangka panjang karena masalah punggungnya.
Izzy memilih jalan yang berbeda dari mereka semua. Izzy menjauhi semua riuh rendah dan antusiasme kembalinya Guns N Roses. Di tengah keramaian berita soal reuni itu, ia malah sempat mengunggah videonya main gitar dan bernyanyi "Stuck in the Middle With You" milik Stealers Wheel, seakan menggoda Slash dan Duff yang harus kembali stuck in the middle with Axl Rose.
Beberapa fans sempat "ngamuk" dan meminta Izzy untuk ikut tur. Tapi Izzy tetaplah Izzy, seorang pemuda dari kota kecil yang sempat hanya punya kampus sebagai tujuan wisata utama. Ia pernah menjalani hidup tenang dan jauh dari hiruk pikuk, dan ia tak keberatan menjalaninya lagi hingga ia mati kelak.
Izzy seperti membuktikan bahwa dalam industri yang haus lampu sorot, ada sosok sepertinya yang seolah mengacungkan jari tengah pada semua ketenaran. Dan tentu saja, tanpanya, Guns N Roses tak akan pernah sama lagi. Tak akan pernah.
Penulis: Nuran Wibisono – tirto.id