Kisah Bom Atom Indonesia Era Sukarno
Seandainya Era Sukarno tidak tumbang dan rencana-rencana
besar Sukarno tercapai mungkin saat ini Indonesia bisa sejajar dengan Negara
besar seperti Amerika Serikat dll. Satu kisah menarik di masa lalu tentang
Kisah Bom Atom Buatan Indonesia Era Sukarno cukup memberikan salah satu bukti
bahwa Sukarno memiliki cita-cita besar. Pengiriman anak-anak bangsa
besar-besaran ke luar negeri untuk masa depan Indonesia, Persahabatan dengan
banyak negara dan Nama Besar Sukarno di masanya sungguh merupakan harapan
besar. Seperti apakah Kisah Bom atom
Indonesia era Sukarno ini dimulai? Mari kita simak artikelnya kawan
UJICOBA bom hidrogen (termo nuklir) AS di Kepulauan Marshall
(Pasifik) pada 1954, membuat Sukarno khawatir wilayah Indonesia timur terkena
dampak radiasi. Dia lalu mencari ahli radiologi dalam negeri untuk melakukan
penyelidikan. Sukarno mengeluarkan Keppres No 230/1954 tentang pembentukan
Panitia Negara untuk Penjelidikan Radio-Aktivitet pada 23 November 1954.
Panitia ini dipimpin ahli radiologi dalam negeri, G.A. Siwabessy, yang baru
pulang studi di London.
Tim lalu bergerak dengan prioritas tempat-tempat yang
berdekatan dengan Samudera Pasifik, seperti Manado, Ambon, dan Timor. Hasil
penyelidikan tim menyimpulkan, Indonesia aman dari dampak ujicoba bom AS.
Selesai tugas itu, tim menyarankan kepada pemerintah agar
menaruh perhatian lebih kepada pernukliran. Upaya tersebut menuai hasil.
Pemerintah lalu membentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA).
Siwabessy, yang dipercaya menjadi direktur jenderal LTA,
lalu membuat blue print pengembangan nuklir nasional. Selain memberi beasiswa
kepada anak bangsa ke berbagai negara untuk mempelajari nuklir, LTA aktif
berkeliling untuk mempelajari nuklir. Berbagai kerjasama juga dijajaki, yang
terpenting dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Kerjasama itu membuat Indonesia mendapatkan bantuan dari AS.
Pada Juni 1960, Indonesia menandatangani kerjasama bilateral di bidang nuklir
dengan AS di bawah program “Atom for Peace”. Selain memberi dukungan dana
sebesar 350 ribu dolaruntuk pembangunan reaktor nuklir, dan 141 ribu dolar
untuk riset pengembangan. AS juga mengirim tenaga ahlinya. Meski menuai
pro-kontra, Indonesia berhasil membangun reaktor nuklir pertamanya, Triga-Mark
II, pada April 1961.
Namun, kerjasama itu perlahan berubah bentuk seiring
berubahnya hubungan Indonesia-AS. Kematian Presiden John F. Kennedy membuat
hubungan Indonesia-AS tak lagi mesra. Sukarno makin lantang mengkampanyekan
perlawanan terhadap neokolonialisme dan imperialisme yang ditopang
negeri-negeri tua seperti AS.
Keberhasilan Tiongkok dalam ujicoba bom atom pertamanya pada
16 Oktober 1964 menginspirasi Sukarno untuk melakukan hal serupa. Menurut
Sulfikar Amir dalam “The State and the Reactor: Nuclear Politics in
Post-Suharto Indonesia,” dimuat jurnal Indonesia, ketertarikan Sukarno didorong
oleh ancaman terhadap keamanan Indonesia setelah AS melancarkan Perang Vietnam
dan Inggris menyokong pembentukan Federasi Malaysia. Selain itu, ini merupakan
taktik Sukarno untuk memperoleh dukungan dari dua kubu politik dalam negeri
yang terus berseteru, Angkatan Darat dan PKI.
Sukarno lalu diam-diam mengirim ahli-ahli nuklir dan
petinggi militer Indonesia ke Tiongkok untuk belajar membuat bom atom. Hal itu
dia lakukan karena adanya perjanjian mengikat antara Indonesia dengan AS, yang
tak membolehkan Indonesia berpaling dari AS dalam pengembangan nuklirnya.
Amerika tak bisa menghentikan langkahnya kendati kemudian rencana besar itu
redup seiring kejatuhan Sukarno pada 1965.