Kisah Legenda Yin Dan Yang Sebuah Mitologi Tiongkok
Asal Usul Mitologi Yin Yang – Dalam Film maupun kisah-kisah komik silat
tiongkok seringkali kita temui filosofi Yin dan Yang terselip di sana. Suatu
filosofi keselarasan dalam paham Taoisme. Sebenarnya ada kisahnya tersendiri
mengenai asal usul Yin dan Yang tersebut. Sebuah Kisah legenda Yin dan Yang
sebuah mitologi Tiongkok yang masih dikenal pahamnya sampai saat ini. Kisah Dua
Pemuda Yin dan Yang yang memiliki ilmu dan budi pekerti yang luhur di jamannya.
Kisah Yin dan Yang ini di dapat dari legenda Tiongkok kuno “mitologi
Dinasti Yin dan Dinasti Zhou”, makna Yin-Yang bermula dari cerita rakyat yang
mengisahkan tentang dua orang bersahabat bernama Yin dan Yang. Mereka dikenal
sebagai orang yang berbudi luhur, berjiwa besar dan penuh dengan kasih sayang.
Mereka saling mengasihi meskipun keduanya memiliki filosofi berbeda terhadap
ajaran agama Taoisme.
Untuk itu secara teratur diadakanlah pertemuan untuk berdiskusi,
mengajukan argument tanya jawab namun perdebatan tak pernah kunjung usai,
keduanya saling mempertahankan prinsip mereka sendiri. Ketika nyaris frustasi
mereka mulai kehilangan kendali diri, dalam hati masing-masing mulai muncul
rasa ‘akulah yang lebih benar’.
Akhirnya tercetus kata-kata Yin : ‘Ah, seandainya engkau adalah aku,
tentu akan bisa memahami apa yang ingin kusampaikan, dan diskusi ini akan dapat
membawa kita lebih mengerti ‘sesuatu’ itu’. Yang : ‘Hei, aku juga berpikir
begitu. Tapi bagaimana cara kita saling tukar diri kita?”
Karena memang mereka tidak dapat saling tukar diri, maka tak lama
kemudian mereka menemukan pemecahan yang disetujui paling tepat. Diputuskan,
Yin akan mempelajari agama/keyakinan Yang dan Yang akan mempelajari
agama/keyakinan Yin. Dan karena mereka memang menginginkan hasil terbaik dan
terbenar, maka mereka berikrar akan mempelajari dengan sepenuh hati, berusaha
memahami dengan hati terbuka, tidak malah mencari-cari titik kelemahan yang
akan digunakan untuk menyerang lawannya.
Diputuskan, setelah 40 tahun mereka akan bertemu lagi untuk “duel
sampai titik darah penghabisan”. Akhirnya, 40 tahun kemudian, Yin dan Yang yang
telah semakin tua, bertemu pada senja hari di tempat terakhir mereka bertemu
dahulu. Mereka saling berpandangan, tak sepatah kata pun yang terucapkan. Sinar
mata mereka penuh kasih yang menghanyutkan sukma, senyum mereka begitu halus
dan tulus.
Mereka saling memeluk. Resonansi getaran jiwa mereka pada angin yang
membelai, pada daun-daun yang berbisik, pada seluruh relung ruang di jagad raya
ini : “Saudaraku, kau selalu dalam aku, dan aku dalam engkau.” Sejak saat itu
tak ada lagi diskusi, karena dalam pelukan itu mereka mengerti tanpa mengetahui
dan mendapatkan tanpa mencari.