Fenomena Mistis Meletusnya Gunung Galunggung Dan Cerita Mistis Dibalik Letusan Gunung Galunggung Di Tahun 1982
Bagi yang mengalami masa kecil di tahun 1982 tentunya pernah menyaksikan kedahsyatan letusan Gunung Galunggung di Tasikmalaya dimana debunya sampai ke kota-kota lain yang cukup jauh. Dulu juga kota Bandung sampai gelap tertutup debu galunggung. Merunut cerita dan kisahnya ke belakang ternyata ada fenomena mistis meletusnya Gunung Galunggung dan cerita mistis Dibalik letusan Gunung Galunggung Di Tahun 1982 tersebut. Memang Gunung ini terkenal karena cerita rakyatnya dan kepercayaan dari masyarakat bahkan dikatakan ada naskah kuno yang menceritakan tentang masa lalu Galunggung sebagai cikal bakal kerajaan Sunda Galuh dan Pajajaran. Fenomena dan misteri letusan Gunung Galunggung 1982 ini menarik sekali untuk kita simak terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut.
Mitos Keangkeran Gunung Galunggung
Pada waktu itu banyak sekali daun hanjuang dan bambu kuning yang menghiasi banyak rurmah penduduk Tasikmalaya (bahkan sampai saat ini). Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat dengan adanya pajangan atau tanaman itu mereka berupaya meredakan kemarahan Gunung Galunggung. Syahdan menurut cerita rakyat setempat bambu kuning adalah senjata yang digunakan Raja Galuh ketika mengalahkan Raja Galunggung sedangkan daun hanjuang ( bentuknya serupa dengan pandan dan berwarna hijau kemerahan ) dianggap penjelmaan kujang emas (senjata asli Pajajaran) yang ditanam Raja Galunggung. Kedua kerajaan ini, Galuh dan Galunggung, memang dikenal dalam sejarah Pasundan. Kisahnya dalam pertempuran antara kedua raja itu ( yang entah kapan terjadinya dalam sejarah ) Raja Galunggung terluka. Dia lari menyembunyikan diri, bertapa ke sebuah gunung terdekat yaitu Gunung Galunggung. Sebelum kekalahannya dia sempat bersumpah "akan menuntut balas," . Begitulah kisahnya seperti yang dituturkan oleh Abu Sachrim, 60 tahun, juru-kunci sebuah pertapaan yang terletak di sebelah utara puncak Gunung Galunggung. Raja yang bersumpah inilah yang selanjutnya disebut sebagai Mbah Galunggung.
Kisah 7 Pertapa Di Gunung Galunggung
Kepercayaan tentang sakralnya sebuah Gunung memang masih kuat di masyarakat setempat. Dimana banyak orang yang percaya bahwa jika gunung di Tasikmalaya itu meletus itu dikarenakan Mbah Galunggung marah, sehingga perlu "ditangkis" dengan memasang bambu kuning dan daun hanjuang.
Menurut Abu Sachrim, suatu ketika pernah datang tujuh orang yang memiliki ilmu kebatinan datang bertapa di puncak Galunggung. Setelah tiga bulan, para petapa itu menemukan enam keris pusaka milik Raja Galunggung. Mereka mengambil dan membawa pergi keris itu. Kemudian terjadilah letusan pertama Galunggung, 5 April 1982. Para pertapa merasa bersalah dan itu mengembalikan keris itu ke tempat ditemukannya. Ternyata gunung itu masih murka". Letusan Galunggung, berturut-turut selama empat bulan. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai "teori atau keyakinan" aneh. Misalnya Aki Saftan, ahli kebatinan dari Desa Gunung Tanjung, Kecamatan Manonjaya, sempat dihubungi salah seorang pejabat Pemda Kabupaten Tasikmalaya. Menurut Aki Saftan, 50 tahun, masyarakat Tasikmalaya sudah ingkar, tidak mau bersedekah. Dia menganjurkan seekor sapi dari Kroya, Jawa Tengah harus dipotong oleh Bupati Tasikmalaya sendiri, kemudian dagingnya dan satu kuintal beras dibagi rata pada fakir miskin. "Galunggung harus diberi tepung lawung," ujar Aki Saftan dengan sungguh-sungguh. "Kalau tidak, Tasikmalaya akan menjadi sagara (danau)," tambahnya.
Pernah pula (20 Mei 1982) sekitar seratus orang datang ke Kampung Cikadu, Kecamatan Indihiang, Daerah Bahaya II. Mereka datang dari Bandung, Bogor, Cirebon, Sukabumi dan Ciamis dengan menggunakan delapan bis mini. Tepat tengah malam, malam Jumat Kliwon, 12 ekor domba dan seekor sapi yang mereka bawa disembelih di halaman masjid desa. Sebelum acara penyembelihan diadakan semadi dan pembacaan doa. Hadir pula sekitar 300 penduduk setempat, sebagian besar pengungsi yang tinggal di bedeng darurat. Rombongan pendatang itu dipimpin oleh Aki Syamsu, yang berasal dari Banten. Ia murid aliran kebatinan Madrais, Cigugur, Kuningan. Tahun 1970-an, aliran ini dilarang pemerintah, dan Aki Syamsu dikabarkan mendirikan aliran Hikmaliyah, yang kemudian tahun 1980 juga dilarang. Lalu sebagian anggotanya mendirikan perkumpulan baru "Iktikad baik." Entah apa maksudnya Aliran ini apakah untuk ngalap berkah atau memang berniat baik dalam versi keyakinan mereka.
Seminggu setelah acara di Cikadu, seorang pendeta Budha bernama Adisurya membangun "makam mBah Galunggung" di rumahnya di Kompleks Pancasila, Tasikmalaya. Adisurya (terlahir Lai Khai Fong), 48 tahun, juga dikenal sebagai ahli tusuk jarum. Di depan rumahnya yang juga berfungsi sebagai kelenteng "Kue En She" didirikannya sebuah cungkup, berbentuk stupa, beratap sirap dengan lantai marmar putih. Ukurannya 4 x 4 meter. Di bagian tengah dibuat sebuah makam, dan di dekat "nisan" dipasang hio. Ada sepasang tempat pembakaran kertas di samping makam. Biaya pembangunan "makam": Rp 1,5 juta, berasal dari kantung Adisurya sendiri. Menurut istrinya, tatkala bersemadi pada suatu malam Adisurya mendapat wangsit agar membangun makam mBah Galunggung di depan rumahnya itu. Upacara peresmiannya (17 Juni) dihadiri sekitar 50 orang, berlangsung dari pukul 19.00 sampai 22.00. Dimulai dengan doa, disusul penanaman keris pusaka milik sang pendeta, lalu pemotongan tumpeng, upacara itu bertujuan "mengurung roh Mbah Galunggung di makam itu," kata Ny. Adisurya. TAPI "makam" itu ternyata tak direstui oleh Walikota Tasikmalaya Oman Rusman. Bangunan itu kemudian diperintahkannya untuk dibongkar. Pendeta Adisurya kabarnya marah. Keris pusakanya dicabut lagi (11 Juli), begitu juga sebuah batu pusaka yang konon penolak bala. Roh Mbah Galunggung, begitu kisah Ny. Adisurya, dikembalikan suaminya ke Gunung Galunggung. Dan kebetulan, dua hari kemudian Galunggung meletus lagi.
Berbagai upacara mistik itu membuat was-was para pejabat agama. Departemen Agama lantas membentuk Tim Dakwah Penanggulangan Bencana Galunggung. Tapi upaya mistik, terakhir 26 Juli, masih memikat perhatian. Tatang Permana, 40 tahun, ahli kebatinan dari Banyuwangi, Jawa Timur, hari itu naik ke kawah Gunung Jadi (anak Gunung Galunggung) dan menyerahkan sesajen berupa 40 butir telur ayam dan 40 cangkir kopi. Toh dua hari kemudian Galunggung meletus lagi, malah sampai tiga hari berturut-turut. Domba, sapi, keris, telur dan kopi rupanya terbuang percuma.
Sejarah Dan Mitos Gunung Galunggung
Menurut penelusuran kabar dan catatan sejarah diketahui asal usul, Mitos Sejarah Gunung galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini terdapat suatu Rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya.
Tempat Sejarah Gunung galunggung merupakan salah satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari Hyang pada abad ke-XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syeikh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.
Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang membuat susuk/ parit pertahanan. Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung). Sementara naskah Sunda kuno lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah?petuah yang disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasaGalunggung pada masa itu kepada anaknya.
Demikianlah kumpulan hasil penelusuran mengenai fenomena dan misteri meletusnya Gunung Galunggung di Tasikmalaya Tahun 1982. Banyak sekali cerita rakyat bilamana ingin dikumpulkan mengenai kisah-kisah mistis Gunung Galunggung ini. Namun sayangnya pada waktu itu pemerintah kurang berhasil memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang Keaktifan dan tingkat bahaya sebuah Gunung di sebuah wilayah. Ditambah mungkin penelitian geologi dan pengamtan aktifitas Gunung tidaklah secanggih seperti saat ini. Namun kembali terlepas dari benar dan tidaknya fenomena mistis tersebut cerita rakyat, budaya, keyakinan dan catatan sejarah Galunggung layak kita hargai sebagian bagian dari budaya Indonesia.
Mitos Keangkeran Gunung Galunggung
Pada waktu itu banyak sekali daun hanjuang dan bambu kuning yang menghiasi banyak rurmah penduduk Tasikmalaya (bahkan sampai saat ini). Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat dengan adanya pajangan atau tanaman itu mereka berupaya meredakan kemarahan Gunung Galunggung. Syahdan menurut cerita rakyat setempat bambu kuning adalah senjata yang digunakan Raja Galuh ketika mengalahkan Raja Galunggung sedangkan daun hanjuang ( bentuknya serupa dengan pandan dan berwarna hijau kemerahan ) dianggap penjelmaan kujang emas (senjata asli Pajajaran) yang ditanam Raja Galunggung. Kedua kerajaan ini, Galuh dan Galunggung, memang dikenal dalam sejarah Pasundan. Kisahnya dalam pertempuran antara kedua raja itu ( yang entah kapan terjadinya dalam sejarah ) Raja Galunggung terluka. Dia lari menyembunyikan diri, bertapa ke sebuah gunung terdekat yaitu Gunung Galunggung. Sebelum kekalahannya dia sempat bersumpah "akan menuntut balas," . Begitulah kisahnya seperti yang dituturkan oleh Abu Sachrim, 60 tahun, juru-kunci sebuah pertapaan yang terletak di sebelah utara puncak Gunung Galunggung. Raja yang bersumpah inilah yang selanjutnya disebut sebagai Mbah Galunggung.
Kisah 7 Pertapa Di Gunung Galunggung
Kepercayaan tentang sakralnya sebuah Gunung memang masih kuat di masyarakat setempat. Dimana banyak orang yang percaya bahwa jika gunung di Tasikmalaya itu meletus itu dikarenakan Mbah Galunggung marah, sehingga perlu "ditangkis" dengan memasang bambu kuning dan daun hanjuang.
Menurut Abu Sachrim, suatu ketika pernah datang tujuh orang yang memiliki ilmu kebatinan datang bertapa di puncak Galunggung. Setelah tiga bulan, para petapa itu menemukan enam keris pusaka milik Raja Galunggung. Mereka mengambil dan membawa pergi keris itu. Kemudian terjadilah letusan pertama Galunggung, 5 April 1982. Para pertapa merasa bersalah dan itu mengembalikan keris itu ke tempat ditemukannya. Ternyata gunung itu masih murka". Letusan Galunggung, berturut-turut selama empat bulan. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai "teori atau keyakinan" aneh. Misalnya Aki Saftan, ahli kebatinan dari Desa Gunung Tanjung, Kecamatan Manonjaya, sempat dihubungi salah seorang pejabat Pemda Kabupaten Tasikmalaya. Menurut Aki Saftan, 50 tahun, masyarakat Tasikmalaya sudah ingkar, tidak mau bersedekah. Dia menganjurkan seekor sapi dari Kroya, Jawa Tengah harus dipotong oleh Bupati Tasikmalaya sendiri, kemudian dagingnya dan satu kuintal beras dibagi rata pada fakir miskin. "Galunggung harus diberi tepung lawung," ujar Aki Saftan dengan sungguh-sungguh. "Kalau tidak, Tasikmalaya akan menjadi sagara (danau)," tambahnya.
Pernah pula (20 Mei 1982) sekitar seratus orang datang ke Kampung Cikadu, Kecamatan Indihiang, Daerah Bahaya II. Mereka datang dari Bandung, Bogor, Cirebon, Sukabumi dan Ciamis dengan menggunakan delapan bis mini. Tepat tengah malam, malam Jumat Kliwon, 12 ekor domba dan seekor sapi yang mereka bawa disembelih di halaman masjid desa. Sebelum acara penyembelihan diadakan semadi dan pembacaan doa. Hadir pula sekitar 300 penduduk setempat, sebagian besar pengungsi yang tinggal di bedeng darurat. Rombongan pendatang itu dipimpin oleh Aki Syamsu, yang berasal dari Banten. Ia murid aliran kebatinan Madrais, Cigugur, Kuningan. Tahun 1970-an, aliran ini dilarang pemerintah, dan Aki Syamsu dikabarkan mendirikan aliran Hikmaliyah, yang kemudian tahun 1980 juga dilarang. Lalu sebagian anggotanya mendirikan perkumpulan baru "Iktikad baik." Entah apa maksudnya Aliran ini apakah untuk ngalap berkah atau memang berniat baik dalam versi keyakinan mereka.
Fenomena Makam Mbah Galunggung Oleh Pendeta Budha
Seminggu setelah acara di Cikadu, seorang pendeta Budha bernama Adisurya membangun "makam mBah Galunggung" di rumahnya di Kompleks Pancasila, Tasikmalaya. Adisurya (terlahir Lai Khai Fong), 48 tahun, juga dikenal sebagai ahli tusuk jarum. Di depan rumahnya yang juga berfungsi sebagai kelenteng "Kue En She" didirikannya sebuah cungkup, berbentuk stupa, beratap sirap dengan lantai marmar putih. Ukurannya 4 x 4 meter. Di bagian tengah dibuat sebuah makam, dan di dekat "nisan" dipasang hio. Ada sepasang tempat pembakaran kertas di samping makam. Biaya pembangunan "makam": Rp 1,5 juta, berasal dari kantung Adisurya sendiri. Menurut istrinya, tatkala bersemadi pada suatu malam Adisurya mendapat wangsit agar membangun makam mBah Galunggung di depan rumahnya itu. Upacara peresmiannya (17 Juni) dihadiri sekitar 50 orang, berlangsung dari pukul 19.00 sampai 22.00. Dimulai dengan doa, disusul penanaman keris pusaka milik sang pendeta, lalu pemotongan tumpeng, upacara itu bertujuan "mengurung roh Mbah Galunggung di makam itu," kata Ny. Adisurya. TAPI "makam" itu ternyata tak direstui oleh Walikota Tasikmalaya Oman Rusman. Bangunan itu kemudian diperintahkannya untuk dibongkar. Pendeta Adisurya kabarnya marah. Keris pusakanya dicabut lagi (11 Juli), begitu juga sebuah batu pusaka yang konon penolak bala. Roh Mbah Galunggung, begitu kisah Ny. Adisurya, dikembalikan suaminya ke Gunung Galunggung. Dan kebetulan, dua hari kemudian Galunggung meletus lagi.
Berbagai upacara mistik itu membuat was-was para pejabat agama. Departemen Agama lantas membentuk Tim Dakwah Penanggulangan Bencana Galunggung. Tapi upaya mistik, terakhir 26 Juli, masih memikat perhatian. Tatang Permana, 40 tahun, ahli kebatinan dari Banyuwangi, Jawa Timur, hari itu naik ke kawah Gunung Jadi (anak Gunung Galunggung) dan menyerahkan sesajen berupa 40 butir telur ayam dan 40 cangkir kopi. Toh dua hari kemudian Galunggung meletus lagi, malah sampai tiga hari berturut-turut. Domba, sapi, keris, telur dan kopi rupanya terbuang percuma.
Sejarah Dan Mitos Gunung Galunggung
Menurut penelusuran kabar dan catatan sejarah diketahui asal usul, Mitos Sejarah Gunung galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini terdapat suatu Rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya.
Tempat Sejarah Gunung galunggung merupakan salah satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari Hyang pada abad ke-XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syeikh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.
Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang membuat susuk/ parit pertahanan. Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung). Sementara naskah Sunda kuno lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah?petuah yang disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasaGalunggung pada masa itu kepada anaknya.
Baca Juga : Misteri Babad Galunggung Dan Kabuyutan GalunggungSementara Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang telah melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke Jawa sempat menuliskan Galunggung dalam catatan perjalanannya. Namun demikian tak banyak informasi mengenai Galunggung yang didapat dari naskah ini. Sadatang ka Saung Galah, sadiri aing ti inya, Saung Galah kaleu(m)pangan, kapungkur Gunung Galunggung, katukang na Panggarangan,ngalalar na Pada Beunghar, katukang na Pamipiran. (Sesampai di Saung Galah berangkatlah aku dari sana ditelusuri Saung Galah, Gunung Galunggung di belakang saya, melewati Panggarangan, melalui Pada Beunghar, Pamipiran ada di belakangku.). Untuk lebih lengkapnya mengenai perjalanan Bujangga Manik ini pernah dibuat bukunya oleh Budi Brahmantyo dan T. Bachtiar dan bisa dibaca pada artikel sebelumnya yaitu Berwisata Di Cekungan Bandung Napak Tilas Bujangga Manik.
Demikianlah kumpulan hasil penelusuran mengenai fenomena dan misteri meletusnya Gunung Galunggung di Tasikmalaya Tahun 1982. Banyak sekali cerita rakyat bilamana ingin dikumpulkan mengenai kisah-kisah mistis Gunung Galunggung ini. Namun sayangnya pada waktu itu pemerintah kurang berhasil memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang Keaktifan dan tingkat bahaya sebuah Gunung di sebuah wilayah. Ditambah mungkin penelitian geologi dan pengamtan aktifitas Gunung tidaklah secanggih seperti saat ini. Namun kembali terlepas dari benar dan tidaknya fenomena mistis tersebut cerita rakyat, budaya, keyakinan dan catatan sejarah Galunggung layak kita hargai sebagian bagian dari budaya Indonesia.